Pada 8 Juni 2013 lalu, kapal Greenpeace, Rainbow Warrior, merapat ke Jakarta. Tercatat sebagai supporter Greenpeace Indonesia dengan nomor ID, tentu saya antusias banget untuk datang. Saya pantang gegabah melewati kesempatan open boat gratis yang datangnya mungkin hanya satu dekade sekali. Mama juga saya ajak buat sekalian jalan-jalan.

Setelah melakukan registrasi singkat, kita langsung masuk dalam antrean open boat. Banyaknya pengunjung serta hujan yang sempat mengguyur membuat saya harus menunggu sekitar setengah jam. Tak lama, saya akhirnya mendapat giliran menginjakkan kaki di atas kapal. Di situ saya bertemu dengan Eric, salah satu kru, dan berbincang sedikit mengenai sang kapal legendaris. Ternyata, yang kami naiki itu adalah Rainbow Warrior versi ketiga.

Berbeda dengan kapal pertama dan kedua yang merupakan kapal riset perikanan bekas yang dibeli, Rainbow Warrior III merupakan kapal yang secara khusus dibuat Greenpeace untuk berlayar di seluruh dunia guna berkampanye demi penyelamatan lingkungan.

Photo: My documentation
Bersama Eric, kru kapal Rainbow Warrior

Ngobrol-ngobrol sama Mas Eric (ya ilah Mas), saya dapet info kalo sekitar 1980an, Rainbow Warrior yang terdahulu dijatuhi bom saat lagi berlayar ke Auckland, New Zealand, oleh Direction Générale de la Sécurité Extérieure (Dinas Rahasia / Agen Intelijen Prancis). Jadinya waktu itu, para aktivis sedang berkampanye melawan nuclear testing yang dilakukan oleh Prancis. Saya tidak tahu berapa korban yang meninggal akibat insiden ini, tetapi setelah googling sana-sini, saya berhasil menemukan data. Fernando Pereira, seorang jurnalis asal Belanda yang berdarah asli Portugis, menjadi satu-satunya korban tewas dan tenggelam bersama Rainbow Warrior. Hal ini tentu menjadi reminder bahwa betapa sulit tantangan kita demi menjaga kelestarian lingkungan. Yang menyedihkan, tantangan tersebut justru datang dari sesama manusia.

Kembali ke acara open boat, saya juga diberi waktu untuk masuk ke ruang kemudi. Ruangan kecil tersebut membuat saya terkesima. Terakhir masuk ke dalam ruang kemudi kapal laut itu sekitar 8 tahun lalu, saat keluarga berlibur ke Lampung. Namun, ini terasa berbeda. Selain dipenuhi mesin canggih dengan desain minimalis nan futuristik, di sini juga terdapat Ship’s Library mini. Bila saya menjadi nahkodanya, ruangan apik ini tentu akan sangat terasa homey. Hampir sama dengan kapal modern lain, Rainbow Warrior mempunyai sistem autopilot. Namun, pemasukkan koordinat tetap harus dilakukan secara manual agar lebih akurat. Kapal ini juga memakai generator karena jauh lebih hemat energi. Everyday I learn something new 🙂

Seperti apa yang diceritakan oleh pemandu tur bersama kapal ini, Greenpeace sering melihat perilaku merusak lingkungan oleh masyarakat dari berbagai belahan dunia. Namun, dalam mengatasi hal tersebut, mereka tidak melibatkan kekerasan atau konfrontasi. Biasanya, para kru akan mendokumentasikan adegan perusakan itu lalu disebar melalui media sebagai bentuk protes.

Saya menghabiskan waktu sekitar 30 menit dalam kunjungan spesial ini. Kami juga tak ketinggalan mengambil foto-foto. Saya bisa mengetahui banyak latar historis terkait Rainbow Warrior yang dibangun dari donasi para pencinta lingkungan serta pendukung Greenpeace di seluruh dunia. Semoga suatu hari saya bisa ikut dalam pelayaran Rainbow Warrior berikutnya!

Leave a comment