Akhir-akhir ini para individu kota besar sering bergantung dengan transportasi berbasis aplikasi, terutama kendaraan roda dua alias ojek online. Lautan helm hijau yang membelah kemacetan Jakarta tampaknya sudah menjadi pemandangan biasa. Saya pun menjadi salah satu penggunanya. Bagi saya yang biasa dempet-dempetan naik bus umum atau KRL sambil gelantungan di handle serasa main lempar lembing, naik ojek online dengan harga terjangkau tentu menjadi hal yang sangat membantu, apalagi pas tiap bangun kesiangan abis begadang nonton bola.

Tiga brand transportasi berbasis aplikasi terbesar yang masyarakat kita pakai sekarang ini berasal dari tiga negara berbeda, Indonesia, Amerika, dan Malaysia. Jujur saya pernah mencoba ketiganya dan memanfaatkan keuntungan atas nama diskon yang ditawarkan. Tapi lebih jujur lagi, sejak beberapa waktu lalu, saya mulai jadi pelanggan loyal Grab, aplikasi keluaran negara tetangga. Sedangkan dua yang lainnya sudah sangat jarang saya pakai (disclaimer: bukan pesan sponsor).

Saking loyalnya, beberapa teman yang mengetahui hal ini suka bercanda:

“Weh rajin lo pake Grab? Gak nasionalis. Indonesia juga punya huehehe”.

Saya tahu banget mereka bercanda, toh mereka sendiri pun juga kadang memakai Grab, tapi saya langsung kepikiran hahaha.

Nasionalisme, nasionalisme, nasionalisme. Menarik juga membahas ini di kepala.

Saya ulangi terus kata tersebut, dan sambil pesan ojek online.

Apa itu artinya nasionalisme?

Dan apa hubungannya nasionalisme dengan menghindari produk negara tetangga?

Hmm. Definisi menurut Soekarno begini, definisi menurut Kellas begitu. Kalau berdasarkan apa yang saya tangkap dari berbagai macam definisi ahli, saya menyimpulkan bahwa nasionalisme merupakan suatu paham yang menciptakan sekaligus mempertahankan kedaulatan sebuah negara yang memiliki kesamaan tujuan dan cita-cita.  Buat saya pribadi, term “nasionalisme” secara umum juga dapat terbagi menjadi dua. Satu, nasionalisme adalah action yang dilakukan masyarakat suatu bangsa untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Dua, nasionalisme adalah sikap masyarakat suatu negara yang dilakukan untuk negaranya sebagai rasa cinta dan semangat kebangsaan. Dari sini sudah tampak nggak relevan kan antara “nasionalisme” dan “tidak boleh menggunakan produk luar”? Oke, lanjut.

Nasionalisme Indonesia pada awalnya muncul sebagai jawaban (akibat?) atas kolonialisme negara-negara penjajah, terutama Belanda dan Jepang. Solidaritas rakyat dari beragam pulau di Indonesia terbentuk karena pengalaman penderitaan yang sama sebagai kaum terjajah. Mereka pun menciptakan tujuan yang sama, yaitu merdeka. Setelah berhasil meraih kemerdekaan, nasionalisme ini ditanamkan dalam pemikiran dan sikap masyarakat Indonesia agar kita diharapkan bisa terus memberi kontribusi bagi kekuatan dan pemeliharaan negara.

Dilhat dari sini, bagi saya, jika seseorang mengartikan nasionalisme hanya dengan sebatas harus membeli produk-produk dalam negeri dan menggunakan berbahasa Indonesia sehari-hari, maka mohon maaf lahir batin, itu adalah bentuk kecintaan yang dangkal. Tulisan ini bukan berisi pesan supaya lebih milih produk luar ketimbang punya negeri sendiri. Bukan. Menggunakan produk Indonesia memang sangat penting untuk negara secara luas, sekaligus menjadi bentuk bahwa kita bangga dengan produk-produk “made in Indonesia”.

Akan tetapi, apa iya dengan lebih sering menggunakan ojek online punya negara orang daripada milik Indonesia membuat saya jadi kurang cinta tanah air dan nggak nasionalis? Apa iya belajar beberapa bahasa asing bertahun-tahun lantas membuat kadar nasionalisme saya rendah? Apa iya kawan-kawan saya yang mengambil kuliah jurusan sastra Belanda atau sastra Jepang artinya mengabaikan penjajahan? Dulu beberapa teman ekspatriat saya banyak yang suka sekali membeli kuliner Indonesia, bahkan sekarang, sekitar dua atau tiga orang dari mereka sudah cukup fasih berbahasa Indonesia, tetapi apakah ini berarti mereka semua memiliki nasionalisme terhadap negara kita?

Jangan lupa, pemaknaan nasionalisme yang salah dahulu kala pernah terjadi dengan Hitler dan Musolini.

Nah, supir ojek online saya sudah datang. Sekian tulisan random ini.

(PHOTO BY KOMPAS.COM – 15/3/2016)

Leave a comment